Tuesday, October 13, 2009

The Effect Of Global Economic Crisis

INTRODUCTION

Masalah krisis ekonomi global yang terjadi sekarang ini adalah bukan hal yang biasa lagi. Amerika Serikat yang merupakan negara maju bisa mengalami krisis keuangan. Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat sudah terlihat tanda-tandanya beberapa waktu yang lalu. Menurut kompas penyebab dari krisis ekonomi AS adalah penumpukan hutang nasional yang mencapai 8.98 triliun USD, pengurangan pajak korporasi, pembengkakan biaya perang irak dan afghanistan, dan yang paling krusial adalah Subprime Mortgage: Kerugian surat berharga property sehingga membangkrutkan Lehman Brothers, Merryl Lynch, Goldman Sachs, Northern Rock,UBS, Mitsubishi UF. Dan harga minyak dunia yang sempat menembus US$ 147 per barrel yang menyebabkan harga pangan melejit tinggi dan jatuhnya bank-bank raksasa di seluruh dunia menunjukkan terjadinya kebangkrutan kredit global yang pada gilirannya bisa mengarah kepada terjadinya resesi ekonomi.

Sehingga hal ini menyebabkan dampak yang cukup signifikan bagi negara-negara lainnya, salah satunya sangat berpengaruh bagi perekonomian negara Indonesia. Tetapi baru dianggap serius oleh pemerintah Indonesia sejak tanggal 8 Oktober 2008 saat IHSG di BEI turun tajam sampai 10,38 % dan mengharuskan pemerintah menghentikan kegiatan di pasar bursa modal beberapa hari.

Organisasi Perburuhan Dunia (ILO) juga memperkirakan sekitar 20 juta orang akan kehilangan pekerjaannya hingga akhir 2009. Jumlah ini akan semakin meningkatkan jumlah pengangguran global dari 190 juta orang pada tahun 2007 menjadi 210 juta orang pada akhir tahun 2009. Peningkatan jumlah pengangguran secara fantastis ini merupakan salah satu dampak dari krisis ekonomi yang terjadi secara global.


PROBLEM

Sekarang ini perekonomian di Indonesia dalam kondisi rentan untuk tumbuh lebih tinggi yang diakibatkan oleh krisis ekonomi global. Melemahnya nilai tukar Rupiah. Nilai tukar Rupiah pada tanggal 10 Oktober sempat menembus Rp 9.860 per USD. Di pasar antarbank, rupiah bahkan sempat menembus Rp 10.000 per USD. Investor dunia panik parah. Akibatnya bursa saham Indonesia turun sebanyak 41% (sebelum kegiatannya dihentikan untuk sementara mulai Rabu, 8 Oktober 2008 ). Harga saham benar- benar turun drastis.

Krisis perbankan global bisa mempengaruhi sektor riil ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Karena sektor perbankan AS sedang terpuruk, kekurangan modal, dan (melihat banyaknya lembaga keuangan yang bangkrut) enggan meminjamkan dolarnya, termasuk ke bank-bank internasional di Eropa dan Asia. Akibatnya, perbankan internasional kekurangan dolar untuk memberi pinjaman ke para pengusaha dunia, yang membutuhkan dolar untuk investasinya (untuk impor mesin, bahan baku, dan sebagainya), termasuk di Indonesia.

Ekspansi perekonomian tidak sepadan dengan dukungan yang memadai dari akumulasi dana masyarakat. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi belum optimal, tetapi inflasi sudah tinggi karena tekanan harga, apalagi dengan keadaan eksternal yang cepat memburuk. Dalam jangka pendek, prioritas ada pada pengendalian inflasi dan stabilitas nilai rupiah yang amat penting karena hal ini dapat menurunkan kepercayaan dengan cepat jika tidak ditangani dengan baik. Saat kondisi eksternal tidak pasti, fokus kebijakan di tingkat pemerintahan dan perusahaan adalah pada stabilitas dan kepercayaan di dalam negeri. Prediksi Bank Indonesia mengenai pertumbuhan ekonomi jangka menengah tampaknya akan terhambat akibat krisis finansial global yang terjadi.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia menunjukkan bahwa per tanggal 16 September 2008. IHSG sudah menyentuh level terendah 1.719,254, terkoreksi 39,3 persen dihitung dari level IHSG tertinggi 9 Januari 2008 di level 2.830,260. Kerugian langsung mungkin hanya dialami sebagian kecil investor yang memiliki eksposure atas aset-aset yang terkait langsung dengan lembaga-lembaga keuangan AS yang bermasalah.

Dengan kondisi fundamental Indonesia saat ini, sebenarnya tidak ada alasan bagi investor untuk melakukan rasionalisasi portofolionya. Melemahnya IHSG akibat sentimen global krisis keuangan AS sebenarnya memberikan hikmah positif karena tanpa kita sadari kinerja IHSG selama ini relatif overvalued. Turunnya IHSG ke level saat ini lebih mewakili kondisi fundamental yang sebenarnya (priced-in). Meski level IHSG saat ini belum dipastikan merupakan level equilibrium baru, tetapi dengan kondisi fundamental yang perform akan menahan aksi spekulasi yang mendorong IHSG terkoreksi lebih dalam.

Dengan tingkat likuiditas global saat ini yang relatif masih sangat tinggi, diperkirakan tujuan investasi investor akan ditujukan ke berbagai bursa-bursa emerging market yang dapat memberikan potensi tingkat pengembalian/imbal hasil (expected return) yang menarik bagi investor, tak terkecuali Indonesia. Inilah sebenarnya berkah terselubung krisis keuangan AS untuk pasar modal Indonesia. Tidak bisa kita mungkiri bahwa investor pasar modal Indonesia saat ini masih didominasi investor asing. Berdasarkan data dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per tanggal 31 Juli 2008 kepemilikan saham investor Asing di Bursa Efek Indonesia sebesar 64 persen, sisanya 36 persen adalah kepemilikan saham oleh investor lokal. Peran investor asing ini di satu sisi membawa dampak positif meningkatkan likuiditas berupa aliran modal masuk (capital inflow), tetapi di sisi yang lain merupakan ancaman instabilitas pasar ketika investor asing ini keluar dan menarik modalnya (capital outflow) secara masif dan tiba-tiba. Sampai saat ini di pasar modal Indonesia belum mengindikasikan adanya capital outflow secara besar-besaran sebagai dampak dari krisis keuangan AS.

Namun demikian, kita harus mewaspadai kemungkinan terjadinya penarikan modal investor asing secara besar-besaran. Ketidakpastian perekonomian global sebagai dampak dari krisis keuangan AS masih dominan dan memberikan peluang terjadinya capital outflow secara besar-besaran di pasar modal Indonesia.


DESCRIPTION DATA


Data Perkembangan Indikator Ekonomi Nasional

Dari sisi permintaan pertumbuhan ekonomi pasca krisis lebih di dorong permintaan domestik. Hal ini terlihat dari rata-rata pertumbuhan pasca krisis 2001-2007 yang mencapai 5%, melebihi rata-rata pertumbuhan ekspor netto yang mencapai 4%. Disisi lain, Gap antara permintaan domestik dan ekspor netto pasca krisis jauh lebih kecil dibandingkan dengan sebelum krisis.

Gambar : Pertumbuhan Komponen PDB sebelum dan sesudah Krisis (%)

Sumber: Laporan Bank Indonesia (2008)

Data Pertumbuhan PDB dan Pangsa Sektoral

Dari sisi produksi, kontribusi sektor sektor yang memiliki pangsa besar terhadap pertumbuhan PDB indonesia cenderung terus mengalami penurunan. Pertumbuhan kedua sektor terbesar yaitu pertanian dan industri pengolahan dalam periode 2001-2007 mengalami penurunan. Dengan pangsa yang semakin mengecil serta pertumbuhan yang cenderung stagnan, kontribusi sektor pertanian dan industri pengolahan pada pertumbuhan PDB semakin menurun. Lemahnya kinerja sektor industri pengolahan, khususnya industri pengolahan nonmigas, tidak dapat dilepaskan dari kondisi permintaan domestik yang terus mengalami tekanan. Dengan karakteristik sektor industri dimana orientasi dari industri-industri yang berskala besar lebih tertuju ke pasar domestik, maka lemahnya permintaan masyarakat jelas akan mempengaruhi kinerja sektor industri secara keseluruhan. Kinerja industri pengolahan nonmigas (manufaktur) pascakrisis yang belum sepenuhnya membaik ini juga tercermin dari nilai produksi maupun nilai tambah produksi yang dihasilkan oleh keseluruhan industri, baik industri besar dan sedang, yang secara umum terlihat masih dibawah kondisi prakrisis. Sebaliknya perkembangan sektor tersier khususnya perdagangan, pengangkutan dan jasa keuangan maupun non keuangan semakin membaik, seperti tercermin dalam kontribusinya terhadap PDB terus meningkat.

Gambar : Pertumbuhan PDB dan Pangsa Sektoral

Sumber: Bank Indonesia (2008)

Data Kurs dan IHSG selama 2004-2008

Semenjak SBY memimpin Indonesia baik Kurs Rupiah maupun IHSG terlihat Stabil. Namun terjadinya krisis financial global membuat pemerintah dan beberapa departemen di Indonesia mengeluarkan beberapa langkah antisipasi. Kepanikan investor yang membuat jatuhnya indeks saham sampai level 1400 membuat BEI dan pemerintah melakukan suspensi atas aktivitas perdagangan di bursa.


Gambar : Kurs dan IHSG selama 2004-2008

Sumber: Diolah dari BI (2008)


No comments:

Post a Comment